Kemarin, tanggal 14 Agustus 2010, gw naik gunung lagi, dan Papandayan lagi, untuk yang kesekian kalinya, dan kali ini dengan tujuan yang agak ekstrim, motret macan tutul, Panthera pardus melas, javan leopard. Atas koodinasi dan permintaan dari salah satu temen gw yg juga cukup ekstrim orangnya baik tampang maupun jiwanya, Agung Kusumanto, gw diminta bantuin motret tu macan buat tugas akhir dia. Nampaknya motret ni macan skarang jadi motivasi gw buat ke lapangan sekarang, walaupun blum dapet, gw punya hasrat yang besar buat mengabadikan citra si hitam kelam atau si totol ini menyusup masuk ke dalam sensor kamera D90 gw.
|
Tegal Alun dari kejauhan. |
Nah, berhubung untuk motret makhluk yg berbentuk agak menyeramkan itu kita butuh jarak, peralatan tempur gw belum memenuhi standart lapangan, secara cuma modal lensa 18-105mm. Walaupun pada akhirnya dapet pinjeman dari temen, Tamron Tele-macro 70-300mm, dan sepertinya masih belum cukup menjangkau si macan kalau-kalau dia berlarian mengejar babi ngepet di padang Tegal Alun yang luasnya tiga kali lapangan bola. Tapi lumayan lah, setidaknya masih bs nangkep bayangannya, heehehe,,, thnx to Elle yg sudah minjemin lensanya yang berharga itu untuk gw bawa pontang-panting, beradu pantat dengan terjalnya medan pendakian di Gunung Papandayan.
|
Sebelum Tanjakan Ekstra Josh! |
Kru perjalanan kali ini cuma 3 orang, gw, Agung, sama Adeline Magdalena (Alin). Persiapan komplit, gw ma agung yg dah biasa jalan ke lapangan, soal peralatan lapangan ga usah ditanya, komplit lah, cuma si Aline yg masih ribet kudu pinjem tas carrier dulu. Hanya satu benda yang membuat perjalanan kali ini menjadi istimewa, gw bawa hammok, a.k.a tempat tidur gantung yang udah sangat lama pengen gw bawa di setiap perjalan sebelumnya tapi ga pernah kesampean, akhirnya kebawa juga di perjalanan kali ini. Lumayan banget bawa gituan ke lapangan, bikin tidur siang di suasana yang,,, pokoknya "wah" banget lah, ngga ngerti lagi deh senengnya gimana, liat aja fotonya dibawah,,,
|
Aline dan hammok |
|
Paling enak buat tidur siang |
Perjalanan seperti biasa, naek angcot dari terminal Caheum, elep terpercaya trayek Bandung-Cikajang yang udah jadi langganan laskar papandayan, Enk-Ink-Enk. Kenapa terpercaya, adalah karena,,,, elp ini murah, pasti lewat tiap pagi di terminal Caheum, dan yang menjadi rekomendasi adalah kita tidak diturunkan dengan paksa dan tidak hormat di terminal garut, biasanya elep2 lain yg tidak berstiker "enk-ink-enk" suka gitu soalnya, bikin kesel. Full AC lagi, Angin Cendela,,, dan biasanya dapet suguhan stiker tulisan aneh didalem elepnya, dan memaksa kita terpaku pada tulisan itu seperti "acuh tapi butuh", "jarang bercinta" dsb,,, "rambo ingin pulang mama",,, quote yg bikin aline terinspirasi entah dr mana,,, hehehe,,,
Sampai di Papandayan, sepertinya gw dah bosen ma pemandangan di sana, jd ya itu2 aja, perjalanan lewat kawah dengan tanjakan ekstra jos, biasa aja. Nyampe di Tegal Alun,,, agak luar biasa (udah pernah sekali kesini soalnya). Tegal alun, kalo mo kesini KUDU PAKE SIMAKSI yah!!!! Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi!! ini kawasan cagar alam yang dilindungi, jd ga sembarang orang boleh kesini kecuali untuk tujuan penelitian. Hanya itu, titik! Sayang tempat ini kalo sampe rusak. Luas tempat ini kira-kira 44 hektar, 2500 mdpl, berbentuk lapangan luas (alun-alun) bersubstrat abu vulkanik tebal di segala penjurunya, edelweis tumbuh dimana2 sebagai tumbuhan pioner ditempat ini diselingi rerumputan dan lumut disekitarnya. Jika dilihat dari kejauhan, dari salah satu puncak kepundan papandayan ini, tegal alun lebih mirip kawah gunung purba yg bagian kawahnya sudah tertutup oleh abu vulkanik tebal. Eksotis sekali,,, salah satu pemandangan terindah yang pernah gw rekam dengan memori kepala.
|
Di salah satu bukit Tegal Alun |
Setelah base camp jadi, si Agung dah mulai berkeliaran keliling Tegal Alun buat nyapin umpan sekalian nyari jejak and tai macan, gw ma aline standby di camp, berdua aja menikmati keindahan Tegal Alun dari punggung bukit yang sudah menjelang sore hari, ngobrol2 sembari bikin kopi anget plus leseh2 di hammok. Surga dunia,,, dan disaat itu lah saya merekam sedikit keindahannya,,,
|
Mang Ipin dan Api |
Melewatkan malam di tegal alun,
berselimutkan dingin yg menggeretakkan gigi,
bermahkotakan langit gelap bertabur bintang dengan sempurna,
bara api bagai sahabat sejati melewatkan malam di Tegal Alun,
berharap pagi datang tanpa es di padang datar,
dengan pelupuk mata yang terbuka menyambut hari.
Hari kedua, umpan daging ayam sudah terpasang di salah satu sudut bukit Tegal Alun untuk memancing keributan, kamera dengan lensa toOng 70-300 milimeter telah siap mengamati setiap pergerakan yg ada. Monokular berkemampuan toOng sampai 1.000 m juga telah siap sedia. Base camp tempat kami menunggu adanya pergerakan di salah satu bukit yg bisa memandang hampir seluruh tegal alun, berjarak kurang lebih 500 m dari tempat diletakkannya umpan ,,, menunggu,,, dan menunggu,,, namun ternyata kabut datang menyelimuti seluruh kawasan, diikuti oleh hujan, apa daya, penglihatan terbatas, kami pun menghentikan pengamatan. Lebay,,, Intinya mah, ga kepancing kemaren itu, entah karena faktor umpan yg terbatas, atau karena kita2 terlalu berisik di basecamp keasikan ngobrol ngalor ngidul cekaka cekikik jadinya pada takut si macan, hahaha!
|
Merah Putih berkibar di Tegal Alun, Papandayan, 16 Agustus 2010 |
Hari ketiga, hari terakhir dalam rencana perjalanan kami dan menjelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, 16 Agustus 2010, tak lupa kami berfoto dengan bendera merah putih. Karena sepertinya sang macan masih malu2 untuk kita pancing keluar, usaha terakhir akhirnya kami memutuskan untuk cabs menuju puncak papandayan. Mang Ipin melihat jejak, dan sisa kotoran yg ditinggalkan si macan yg masih segar dan sepertinya searah dengan arah perjalanan kami (ada macan di puncak). Sesampainya di Puncak, kami belum menemukan satu pun Javan leopard ini memperlihatkan diri, hanya jejak cakaran dan kotorannya saja yg berhasil dikumpulkan dan di tag lokasinya dengan GPS sama Agung. Sedikit menyesal, coba klo ketemu, kan seru,,, wkwkwkw!
Rasa sesal hilang setelah kami disuguhi pemandagan eksotis kawah Papandayan.
|
Kawah Papandayan |
Sepertinya kami cukup beruntung dapet moment untuk mengabadikan foto ini. Cukup susah, karena tutupan awan sangat tebal, kabut yang turun bikin frustasi antara memilih untuk menunggu kabut hilang atau melanjutkan perjalanan, karena waktu tempuh untuk kembali ke parkiran (lokasi keberangkatan) cukup jauh dan kami pun diburu waktu sebelum matahari tenggelam. Cukup repot soalnya klo udah gelap masih di puncak, medan yg dilalui berbatu terjal dengan kombinasi jurang dan tangkal pohon kering yang menipu untuk dijadikan pegangan. Tidak hanya kedua kaki yg menjadi tumpuan, tangan, bahkan seluruh anggota badan dipaksa untuk meliuk mengikuti medan yang agak cukup ekstrim. Agung sempat terperosok dan keluar jalur, hampir nyemplung jurang, tp untungnya masih nyangkut di batang2 poOn.
Begitulah, perjalanan yang penuh tantangan sampai akhirnya blog ini ditulis. Beberapa hasil karya gw ada di fesbuk dan galeri DeviantArt gw, ada di Link. Sebagian besar gw edit HDR, high dynamic range, bikin kesan landscape lebih dalem, dramatis, dan 3Dnya nongol. Tiap foto dengan landscape yang sama gw ambil 3 kali dengan nilai eksposure yg beda-beda, +2 0 -2, kebetulan di kamera gw ada seting bracketing, jd lebih mempermudah setingan. Setelah itu di mergekan pake software, trus diatur2 level saturasi, shadow, fill light, contras, dll. Semoga menikmati dan tunggu perjalanan gw selanjutnya. Thnx, Enjoy,,,
|
HDR image Tegal Alun, Papandayan, 2010. |